Sisi Lain Jonan: Jonan Juga Manusia

http://statik.tempo.co/data/2012/12/24/id_157943/157943_620.jpg
Ignasisu Jonan. (dok Tempo.co)

JAKARTA, Teraslampung.com-- Kinerja bagus sebagai bos PT KAI, membuat Dirut PT KAI Ignasius Jonan menjadi buah bibir. Hal itu terutama ketika sejumlah media online menampilkan foto Jonan yang tertidur pulas di sebuah kursi di salah satu gerbong kereta api. Jonan dielu-elukan para 'aktivis' media sosial. Namanya disebut-sebut sebagai salah satu menteri dalam kabinet yang bakal dibentuk Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Ketika Jokowi diagendakan akan bertemu Jonan pada Selasa (26/8), banyak pihak yang menafsirkan Jokowi sedang melakukan pendekatan untuk 'meminang' Jonan. Pertemuan memang akhirnya benar-benar terjadi.Namun, itu dalam kapasitas Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Jokowi pun tidak sendiri, tetapi ditemani Wakil Gubernur Basuki Cahaya Purnama alias Ahok.

Tentu, yang dibicarakan dalam pertemuan itu bukan soal Jonan yang namanya akhir-akhir ini ramai dibincangkan di media sosial sebagai dirut yang suka blusukan. Pada pertemuan  sekitar 1,5 jam dengan Jokowi dan Ahok itu Jonan membahas jalur kereta api ke Bandara Soekarno-Hatta.

Pengamat BUMN, Said Didu, sebagaimana dilansir tempo.co pada 4 Agustus 2014 lalu, menilai foto Jonan tertidur pulas di dalam gerbong kereta api bukanlan pencitraan. Menurut Said,  Dirut KAI itu memang gemar turun langsung ke lapangan untuk mengetahui masalah di perkeretaapian Indonesia.

"Saya kenal baik dia. Saya juga yang menyeleksi dia saat akan menjadi Dirut Kereta Api. Dia memasukkan kultur dirinya kepada perusahaan," ujar Said, seperti ditulis Tempo.

Said mengatakan Jonan berhasil mengatasi penyakit utama KAI, seperti masalah ketertiban, kedisiplinan, dan permainan internal yang tinggi. Selain itu, dia berhasil memperbaiki tata kelola keuangan yang sebelumnya tidak disiplin dan berhasil melawan intervensi di luar lingkungan KAI.

Namun, tidak ada gading yang tak retak. Selain prestasi dan penampilan yang 'merakyat', ada pula kesaksian lain dari sejumlah wartawan yang menunjukkan Jonan juga manusia biasa yang bisa berperilaku menyebalkan. Salah satunya adalah pengalaman yang dialami oleh wartawan Tempo, Istiqomatul Hayati.

Berikut penuturan Istiqomatul Hayati melalui media sosial:

Hari ini, presiden terpilih Joko Widodo bertemu dengan Dirut KAI, Ignasius Jonan. Banyak yang berharap pertemuan itu untuk membincangkan kabinet Jokowi. Ada kemungkinan, ia akan diplot menjadi menteri perhubungan. Memang, harus diakui di bawah Jonan, KAI mengalami perubahan amat besar. Pelayanan lebih bagus, kereta lebih bersih dan baru, pemesanan tiket jauh lebih baik. Itu saya mengakuinya....

Tapi, menurut saya lho ya, calon menteri itu setengahnya jadi idola untuk rakyat kebanyakan. Dia akan menjadi panutan. Perilakunya menjadi contoh.

Saya menulis ini, bukan bermaksud menjatuhkan beliau. Tidak sama sekali. Saya cuma ingin memaparkan apa yang saya alami. Dan saya, bukan siapa-siapa. Kewenangan memilih menteri sepenuhnya hak presiden terpilih nanti.

Cerita ini sebenarnya sudah usang. Saya pun sudah melupakannya. Tapi seorang karib meminta saya untuk berbicara. Katanya sebagai penyeimbang.

Sekitar empat tahun lalu, tak lama setelah Jonan memegang jabatan barunya sebagai Dirut PT KAI dan ulang tahun KAI. Kebetulan, saat itu, ada kecelakaan kereta. Tidak parah banget sih, tapi cukup menghentak. Saya agak lupa persisnya. Tapi beberapa momen itu menjadi dasar bagi kami untuk menentukan ybs menjadi Tamu Koran Tempo Minggu, rubrik dua halaman yang dulu saya pegang.

Di rubrik ini, berisi wawancara dan foto ybs. Isinya, tak Cuma profil, tapi gagasan si tamu itu. Demi tugas itu, saya mulai pendekatan ke corporate secretary KAI untuk mendapatkan wawancara.
Saya dijanjikan bertemu jam 7 pagi di kantor KAI dekat Stasiun Juanda.

Dari rumah saya di vila pamulang tapi masuk depok, saya berangkat pagi-pagi jam 5 agar tidak ketinggalan wawancara. Setelah menunggu sampai jam 10 pagi bersama fotografer, saya sedikit kecewa mendapati saya tak sendirian. Padahal, wawancara itu membutuhkan waktu khusus, yang tak mungkin bersama media lain karena pertanyaannya tidak melulu soal perusahaan pelat merah itu. Saya pun meminta waktu khusus. Dijanjikan tunggu kabar dan telepon. Wawancara akan dilakukan hari itu juga.

Saya sempat disuruh ke Gambir. Urung juga. Sampai sore, saya dapat kabar, wawancara akan dilakukan di Hotel Dharmawangsa jam 18.00. Fotografer sudah nyerah sambil berpesan, nanti minta waktu lagi untuk sesi foto. Saya pun berangkat sendirian ngojek dari Gambir ke Dharmawangsa.

Di Dharmawangsa, ada sekitar tujuh atau delapan orang (saya tak ingat, yang jelas lebih dari lima) laki-laki pejabat KAI.Jadi, saya perempuan sendirian. Tak masalah buat saya.
Wawancara pun berlangsung biasa, datar karena masih pertanyaan ringan dulu dan diakhiri mulai agak serius.

Setengah jam kemudian, saya mulai bertanya soal pembenahan KAI untuk meminimalisasi kecelakaan. Saya rasa pertanyaan saya wajar. Tapi mungkin Jonan tak suka dengan pertanyaan itu atau mungkin dia bosan. Tiba-tiba, dia bilang, “Sudah ah. Aku capek. Aku mau begini (ibu jarinya diselipkan di antara jari telunjuk dan jari tengah). Enak lho begini. Kamu pasti belum tahu rasanya begini,” katanya seraya beringsut. Pejabat lain pada ketawa.

Untuk beberapa detik, saya terbengong...ga bisa bicara. Tak menyangka di tengah wawancara serius, masing-masing membawa institusi, dia bisa memperlakukan saya dengan tidak sopan dan tak punya tata krama.

Setelah sadar, saya bilang, “bapak ga semestinya berlaku begini. Ini pelecehan. Apalagi anda pejabat publik.” Tapi saya masih mengendalikan amarah saya lantaran sadar ada institusi pers di belakang nama saya.

Rupanya Jonan sadar. Dia kembali ke tempat duduknya dan melayani wawancara.
Sehari kemudian, saya berkomunikasi lagi dengan humas KAI untuk setting pemotretan. Berkali-kali dijanjikan akhirnya dibatalkan dan meledaklah amarah saya. Saya mulai memaki humas itu. 

“Tolong sampaikan ke bos anda. Saya banyak mewawancara pejabat. Yang paling belagu dan bertindak melecehkan cuma bos anda.”

Setelah saya berkomunikasi dengan bos saya, kami sepakat tidak menurunkan wawancara itu.
Sekali lagi, tulisan saya ini tidak bermaksud untuk memojokkan, karena saya bukan siapa-siapa. Saya cuma ingin, belajarlah menghargai profesi orang, menghargai perempuan, dan sadarlah jika anda pejabat publik yang menjadi panutan banyak orang.
Next
This is the current newest page
Previous
Next Post »

1 komentar:

Click here for komentar
Unknown
admin
16 Desember 2014 pukul 10.29 ×

Tengkiu banget infonya gan!

Congrats bro Unknown you got PERTAMAX...! hehehehe...
Reply
avatar
Thanks for your comment